Senin, 21 Februari 2011

MENGGAPAI RAHMAT ALLAH SWT

MENGGAPAI RAHMAT ALLAH SWT

أَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ نَسْئَلُهُ الرَّحْمَةَ وَاْلعَافِيَةَ يَامَنْ هُوَ الله ُالَّذِيْ لآ اِلهَ اِلاَّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ . أَشْهَدُ أَنْ لآ اِلهَ اِلاَّ الله ُوَحْدَه لاَشَرِيْكَ لَه وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُه وَرَسُوْلُهُ اْلمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ . اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى الِه وَصَحْبِه أَجْمَعِيْنَ. أَمَّابَعْدُ: فَيَآاَيُّهَااْلمُسْلِمُوْنَ رَحِمَكُمُ الله ُأُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِه لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ . إِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّوَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Jamaah Jum’at Rahimakumullah  
Kita sekarang masih berada dalam suasana tahun baru Islam 1432 H, dan sebentar lagi akan tiba tahun baru masehi 2011, persilihan tahun yang beriringan semestinya dapat memberikan suatu ‘ibrah atau pelajaran yang tidak terhingga bagi kita, peringatan bahwa jatah hidup kita di dunia ini semakin sedikit, masa depan abadi telah menanti kita, masa depan yang indah atau masa depan yang penuh penderitaan dan siksaan dari Allah SWT atas segala apa yang telah kita perbuat semasa di dunia ini, neraka dan sorga disiapkan oleh Allah bagi calon penghuninya masing-masing, nasib kita di dunia ini dan di akhirat kelak, bahagia atau sengsara ditentukan oleh sebesar apa rahmat yang dicurahkan Allah kepada kita.

Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Sebenarnya yang sangat kita harapkan dalam hidup ini adalah bagaimana agar kita memperoleh dan senantiasa berada dalam rahmat Allah SWT. Kalau bukan dengan rahmat Allah kita tidak akan terhindar dari bala musibah dan bencana alam sebagaimana digambarkan di dalam Al-Qur'an ketika bencana banjir besar melanda kaum Nabi Nuh AS, beliau seraya berkata:
قَالَ لاَ عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللهِ إِلاَّ مَنْ رَحِمَ
Artinya : "Nuh berkata : Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah kecuali orang yang disayangi (diberi rahmat) oleh Allah".(QS. Huud:43)

        Kalau tidak dengan rahmat Allah, kita akan senantiasa berselisih dan berkelahi sesama kita :
وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلاَ يَزَالُوْنَ مُخْتَلِفِيْنَ إِلاَّ مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ
Artinya : "Jikalau Tuhanmu menghendaki niscaya Dia menjadikan manusia itu sebagai umat yang satu, mereka senantiasa berselisih pendapat kecuali orang-orang yang dikasihi oleh Tuhanmu".(QS. Huud : 118-119)

        Kalau tidak dengan rahmat Allah, kita akan selalu berada dalam belenggu budak nafsu, seorang nabiyullah Yusuf AS pernah berkata sebagaimana digambarkan Allah dalam firman-Nya :
وَمَآ أُبَرِّئُ نَفْسِيْ إِنَّ النَّفْسَ َلأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيْ إِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
Artinya : "Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), kaarena sesunguhnya nafsu itu selalu menyuruh  kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku, sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS.Yusuf : 53)

        Kalau tidak dengan rahmat Allah, tentunya kita sekarang banyak yang menjadi pegikut syaithan dan selalu menurutkan bisikannya :
وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُه لاَ تَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيْلاً
Artinya : "Kalau tidak karena karunia Allah kepada kalian dan rahmat-Nya niscaya kalian akan mengikuti syaithan kecuali sedikit (yang tidak mengikutinya)". QS An-Nisaa : 83)

        Kalau tidak dengan rahmat Allah, kita tidak akan masuk ke dalam sorga-Nya Allah SWT, Rasulullah SAW bersabda :
لَنْ يَدْخُلَ أَحَدٌ مِنْكُمُ اْلجَنَّةَ بِعَمَلِهِ قَالُوْا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ الله ُبِرَحْمَتِهِ
Artinya : "Seseorang di antara kamu tidak akan masuk ke dalam sorga dengan sebab amalnya, Sahabat bertanya: Apakah engkau juga begitu ya Rasulullah, Nabi bersabda : Akupun tidak akan masuk sorga kecuali Allah meliputiku dengan rahmat-Nya".

Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Ayat-ayat dan Hadits tersebut tentunya jangan sampai membawa kepada pemahaman bahwa kita hanya menanti rahmat semata dengan meninggalkan atau melalaikan ilmu dan amal, bahkan dengan amaliah itulah kita akan mampu menggapai rahmat Allah. Imam Al-Ghazali meninggalkan wasiat untuk kaum muslimin :
يَاوَلَدِيْ إِنْ لَمْ تَكُنْ مُسْتَعِدًّا لآئِقًا لِرَحْمَةِ اْلإِلهِ عَزَّ وَجَلَّ بِالْعَمَلِ الصَّالِحِ لَمْ تَصِلْ إِلَيْكَ رَحْمَتُه
Artinya : "Wahai anakku : Kalau kamu tidak bersiap diri dan layak untuk mendapatkan rahmat Allah Azza wa Jalla dengan melakukan amal shaleh niscaya rahmat-Nya tidak akan sampai kepadamu".

        Rahmat Allah tidak akan sampai kepada seorang hamba kecuali hamba tersebut telah siap dan layak untuk mendapat rahmat tersebut, hal tersebut tidak akan bisa kecuali dengan menjunjung tinggi segala perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, melazimi ketha'atan dan mendekatkan diri kepada Allah, serta ikhlas dalam beramal, sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah:
إِنَّ رَحْمَةَ اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya : "Sesungguhnya rahmat Allah dekat dengan orang-orang yang memperbaiki amal dengan ikhlas"(QS. Al-A'Raf : 56)

        Akhirnya marilah kita sama-sama senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan wajib maupun sunat, meningkatkan kualitas dan kuantitasnya, semoga rahmat Allah selalu meliputi hidup kita. Amien 3x ya rabbal 'alamin.
أَلْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلى رَسُوْلِ اللهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ابْنِ عَبْدِ اللهِ وَعَلى الِه وَصَحْبِه وَمَنْ تَبِعَ هُدَاه, أَمَّابَعْدُ: أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ, إِتَّقُوا اللهَ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. وَإِذَا قُرِئَ اْلقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوْالَه وَأَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ .  بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ (2) إِلاَّ الَّذِيْنَ آَمَنُوْا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
بَارَكَ الله ُلِيْ وَلَكُمْ  فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِاْلآيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَه إِنَّه هُوَالسَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ
Catatan :
1.        Koreksilah sebelum dibacakan di atas mimbar baik mengenai redaksi, harakat dan huruf ayat Al-Qur’an dan Hadits.
2.        Khutbah kedua siapkan sendiri.
3.        Saran dan kritik membangun mohon disampaikan ke Seksi Penamas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Berbening Hati Dengan Dzikir dan Istighfar

Berbening Hati Dengan Dzikir dan Istighfar

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلى يَوْمِ الدّيْن. أمّابعد: فياايّهاالمسلمون رحمكم الله أوصيكم وإيّاي بتقوي الله وطاعته لعلّكم تفلحون.
Hadirin sholat jum’at yang kami hormati.

Hiruk pikuk kehidupan manusia dengan segala aktifitas yang terus bergulir tanpa henti adalah yang sering menimbulkan hambatan yang melahirkan berbagai macam problema dan permasalahan bagi manusia di muka bumi ini, dan kadang pada akhirnya menimbulkan perasaan yang tidak tenang, ada yang terasa sempit dan menyebabkan seseorang hilang rasa tenang dan bahagia di dalam kehidupannya.
Karena itulah kelapangan dada dan ketenangan hati merupakan salah satu nikmat dan merupakan dambaan setiap insan yang ingin hidup di dunia dalam keadaaan baik dan penuh anugrah serta kebarokahan dari Allah.
Sungguh di dalam syriat islam telah diterangkan oleh Allah sebab-sebab yang menyebabkan seorang hamba memiliki hati yang lapang dan bersinar dan akhirnya dada seorang hamba menjadi lapang, sunguh Allah telah menyebutkan hal ini sebagai nikmat yang besar yang Allah ingatkan kepada NabiNya bahwa itu adalah anugrah dan nikmat yang diberikan kepadanya,Allah berfirman:
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
“Bukankah aku telah melapangkan dadamu(wahai rosul/muhamad)” (QS. Al insyiroh:1)

Bahkan ini adalah permohonan Nabi Musa kepada Allah setelah beliau diangkat menjadi rosul yang diutus menuju Fir’aun, beliau berdoa yang diterangkan dalam surat Thaha:
قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي (25) وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي (26
“Wahai tuhanku, lapangkanlah dadaku dan jadikanlah perkaraku menjadi mudah”

Maka kita bisa memahami besarnya nikmat ini, dan Alqur’an serta Sunah menjelaskan sejumlah sebab yang mengantarkan hamba kedalam ketenangan hati kelapangannya dan bersinarnya hati tersebut,

Hadirin sholat jum’at Rahimakumullah

Diantara sebab yang menjadikan hati hamba menjadi lapang yaitu hendaklah seseorang memperbanyak dzikir kepada Allah, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
“Wahai orang-orang yang beriman berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak, dan sucikan dia di setiap pagi dan siang” (Q.s: al ahzab:41)

Dan firmanNya:
أَلاَ بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah dengan dzikir hati akan menjadi tenang” (QS. Ar-Ra’ad: 28 )

Juga firmanNya:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُواْ لِي وَلاَ تَكْفُرُونِ
“Ingatlah, berdzikirlah kepadaku maka aku akan mengingatmu, dan bersyukurlah kepadaku dan jangan ingkar kepadaKu” (Q.s Al-Baqarah: 152)

Perhatikanlah kalau seseorang senantiasa mengingat Allah, maka dia akan selalu mengingatnya sehingga jika dia mengalami masalah, Dia akan membantunya menyelesaikannya dan membuang dan Allah mengganti yang lebih baik dengan yang lebih baik sehingga hatinya menjadi lapang.
Mengangungkan membesarkan dan memuji Allah adalah kehidupan seorang muslim yang hendaknya dipahami, maka seluruh hidupnya bisa dimanfaatkan dengan berdzikir kepada Allah, dzikir adalah kalimat yang sangat ringan diucapkan dalam lisan dan sangat berat di timbangan amal, bahkan alqur’an dimudahkan untuk berdzikir:
وَلَقَد تَّرَكْنَاهَا آيَةً فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ
“Dan sungguh alqur’an kami mudahkan untuk berdzikir, maka adakah orang yang mau berdzikir.” (QS. Al Qomar: 17)

Diantara sebab yang menjadikan hati menjadi lapang adalah ia banyak bertaubat dan mensucikan diri, tidak diragukan manusia dalam kehidupannya pasti terjatuh dalam kesalahan, kelalaian, kelupaan, bahkan dosa. Jangankan kita, rosulullah yang telah diampuni dosa yang telah dilakukan dan belum dilakukan sewaktu hidupnya, beliau memperbanyak bertaubat dan beristiqfar dalam sehari sebanyak 100x maka kita hendaknya lebih butuh lagi untuk meminta ampun mengingat banyaknya dosa yang kita lakukan. Dengan istigfar Allah menjanjikan kelapangan hati bahkan dibukakan menfaat dan keutamaan yang lain, Allah menerangkan dalam firmannya:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارً
“Minta ampunlah kepada robb kalian sesungguhnya dia maha pengampun, dia akan menurunkan dari langit untuk kalian hujan yang lebat, dan Dia akan menjadikan kebun dan sungai-sungai yang deras mengalir.” (Q.s Nuh: 10-12 )

Ayat di atas merupakan janji dari Allah, sedang para Nabi mengajak dan mengabarkan:
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلاَ تَتَوَلَّوْاْ مُجْرِمِينَ
“Wahai kaumku mintalah ampun kalian kepada robb kalian dan bertaubatlah padaNya, dia akan mencurahkan hujan dari langit dan dia akan menambah kekuatan kalian berlipat-lipat, dan janganlah mengasihi(menjadikan wali) orang-orang kafir.”(QS. Hud ayat: 52)

Maka dari sini kita fahami pentingnnya beristigfar dan bertaubat kepada Allah dalam kehidupan ini, dan pentingnya introspeksi diri lalu memperbaiki diri dan senantiasa bertaubat kepada Allah. Mensucikan diri adalah dengan melakukan amalan-amalan yang dulunya ditinggalkan dari kebaikan, dan membersihkan diri dari dari kemaksiatan dan dosa yang di lakukan, dan Allah menjanjikan keberuntungan:
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا
“Sungguh beruntung orang-orang yang mensucikan diri, dan sungguh celaka orang yang terus mengotori dirinya.”

Dan Allah menyebutkan keutamaan orang-orang yang mendapatkan surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai:
وَمَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِنًا قَدْ عَمِلَ الصَّالِحَاتِ فَأُوْلَئِكَ لَهُمُ الدَّرَجَاتُ الْعُلَى جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاء مَن تَزَكَّى
“Barang siapa yang menghadap Allah dengan keadaan beriman dan berbuat kebaikan maka mereka mendapatkan derajat yang tinggi berupa surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dari bawahnya, mereka kekal di dalamnya dan itu ba;asan bagi orang yang mensucikan diri.” (Q.s Taha 75-76 )

Karena itu mensucikan diri dan bertaubat kepada Allah adalah hal yang sangat penting, khususnya di hari ini di mana banyak musibah yang menjadi peringatan bagi kita semua. Mudah-mudahan kita dijadikan orang yang selalu bertaubat sehingga termasuk hamba yang mensucikan diri, sehingga kita semua selamat dari musibah di dunia dan lebih-lebih di akhirat:
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Tidaklah Allah menyilksa kaumNya sedang engkau wahai Muhamad berada di sisi mereka, dan Allah tidaklah menyiksa mereka dalam keadaan mereka beristiqfar.” (Q.s Al-Anfal 33)

Mudah-mudahah kita dijadikan orang yang selalu beriman kepada Allah bertakwa kepadaNya bertauhid, dan menjadi hamba yang banyak beristiqfar dan bertaubat, sungguh dosa kita, dan kesalahan kita sangatlah banyak, dan Allah masih merahmati kita dengan menjalani hari- hari sebagai bukti rahmatNya, mudah-mudah hari yang tersisa yang akan kita lewati kita bisa menggunakan untuk selalu bertaubat dan beristilqfar kepadaNya, karena dekatnya kematian yang akan kita temui, dan kita tahu kapan tapi kita yakin akan datangnya:
أَيْنَمَا تَكُونُواْ يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ

Dimanapun kalian berada sungguh kematian akan menemuai kalian walaupun engkau bersembunyi di balik dinding yang sangat tinggih lagi kokoh.”

Semoga kita diampuni oleh Allah dan diberi manfaat dari segala kemanfaatan baik yang kita ketahui atau tidak , dan mudah-mudahan Dia tidak menimpakan bencana dan malapetaka bagi kita semua.
ألحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله سيدنامحمدابن عبدالله وعلى اله وصحبه ومن تبع هداه,أمّابعد: أيّهاالحاضرون,إتّّقواالله فقدفازالمتّقون.وإذاقرئ القران فاسمتعواله وأنصتوالعلّكم ترحمون. أعوذبالله من الشّيطان الرّجيم
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
بارك الله لي ولكم فى القران العظيم ونفعني وإيّاكم بما فيه من الأيات والذكرالحكيم. أقول قولي هذا وأستغفرالله العظيم لي ولكم ولسائرالمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات.فاستغفروه إنّه هوالغفورالرحيم

Tanggung Jawab Pemerintah terhadap Pengentasan Kemiskinan

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH TERHADAP
PENGENTASAN KEMISKINAN

A.    Pendahuluan
Al-Qur'an menyebut kemiskinan sebagi janji syetan, sedangkan janji Allah adalah keutamaan (rezeki) dan ampunan. Karena itu manakala terdapat kemiskinan yang parah di tengah-tengah hartawan di suatu negara, akibatnya akan sungguh mengerikan, kelaparan mendorong kepada kekufuran dan kedengkian kaum miskin membawa kehancuran.
Di dalam Al-Qur'an terdapat beberapa konsep tentang usaha pengentasan kemiskinan, hal ini dapat dilihat dari sejarah permulaan Islam pada periode Mekkah, ketika itu umat Islam banyak mengalami penekanan dari kaum Quraisy, dikejar-kejar, dan hidup serba kekurangan. Oleh karena itu Al-Qur'an banyak memberikan instruksi tentang solidaritas sosisal, agar yang kuat membantu yang lemah, yang kaya membantu yang miskin, dan agar seseorang memperhatikan kerabatnya yang berada dalam kesengsaraan.
Begitu pula dengan zakat yang diwajibkan di Mekkah secara umum berorientasi terhadap fakir miskin. Bahkan diwajibkan mengeluarkan harta di luar zakat jika ternyata zakat tidak mampu menanggulangi masalah kemiskinan. Dan pemerintah Islam sebagai penanggung jawab terhadap semua urusan umat diwajibkan untuk memperhatikan kesejahteraan umatnya sekalipun dari golongan ahli dzimmi.
Menurut Quraisy Shihab secara garis besar usaha pengentasan kemiskinan dapat dibagi pada tiga hal pokok, yaitu :
1.      Kewajiban setiap individu.
2.      Kewajiban orang lain/masyarakat.
3.      Kewajiban Pemerintah.[1]
Berdasarkan latar belakang masalah itulah, penulis sangat tertarik untuk meneliti lebih jauh masalah tersebut dan hasil penelitian ini dituangkan dalam bentuk makalah dengan menggunakan metode tafsir tematis yang berjudul : " TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH TERHADAP PENGENTASAN KEMISKINAN".


B.     Tanggung Jawab Pemerintah Terhadap Pengentasan Kemiskinan
Pemerintah berkewajiban melindungi para fakir miskin yang berada di daerah kekuasaannya dan bertanggung jawab atas keselamatan dan kelestarian hidup mereka.
Apabila dari anggatan belanja zakat tidak mencukupi utnuk memenuhi kebutuhan fakir miskin, maka harta kekayaan pemerintah yang terhimpun di Baitul Mal dapat dipergunakan.
Dalam sistem Islam, sumber dana utama pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan dan mengangkat kehidupan kaum papa (have not) tidak hanya terbatas pada zakat. Menurut Abdul Manna nada beberapa aspek pembiayaan negara dalam Islam pada periode awalnya adalah sebagi berikut :
a.       Zakat
b.      Jizyah
c.       Kharaj atau pajak bumi
d.      Barang rampasan perang
e.       Pajak atas pertambangan dan harta karun
f.       Bea cukai dan pungutan[2]

Harta Baitul Mal yang dimiliki pemerintah terkumpul dengan berbagai cara, misalnya dengan menjalankan usaha sendiri, menyewakan sesuatu, menjalankan sistem usaha bagi hasil, mengusahakan pertambangan, dan mengelola sekto-sektor vital bagi masyarakat umum.
Namun apabila suatu ketika Baitul Mal tidak mampu menutupi kebutuhan kaum miskin, maka aparat pemerintah harus segera bertindak. Mereka diperbolehkan – bahkan diharuskan memaksa orang-orang kaya untuk merelakan sebagian hartanya untuk menutupi kebutuhan kaum miskin.
Pada prinsipnya, usaha untuk mengangkat derajat kaum miskin tersebut dari kemiskinannya – apabila tidak diperoleh dana dari Baitul Mal lagi – maka otomatis menjadi tanggung jawab seluruh kaum muslimin, maka pemerintah wajib –karena kewajibannya melayani urursan umat- mendapatkan harta tersebut dari kaum muslimin sehingga dia melaksanakan kewajiban tersebut.
Hal senada juga disampaikan oleh Ibnu Hazm sebagai berikut : "Diwajibkan kepada orang-orang kaya dalam suatu masyarakat membantu orang-orang miskin di kalangan mereka. Yang berwewenang boleh memaksa mereka melakukannya bila dana zakat dan perbendaharaan lainnya tidak mencukupi. Kaum berada harus merelakan sebagian hartanya untuk menutupi kebutuhan primer kaum dhu'afa berupa sandang, pangan dan papan secara memadai".
Menurut Yusuf Qardhawi, Negara harus mempunyai dan menggunakan berbagai sarana untuk menghapus kemiskinan, dan memberikan jaminan kehidupan bagi warganya, dengan demikian akan tecipta solidaritas islam dalam suatu masyarakat. Berbagai sarana tersebut tidak akan sama di antara satu daerah dengan daerah lainnya, sesuai dengan situasi, kondisi dan lingkungan masing-masing. Hal tersebut terpulang kepada ijtihad para ahli dan aparat penguasa dalam masyarakat Islam.[3]
Oleh karena itu para ulama Islam dalam berbagai masa mengharuskan mengisi kas negara dengan hasil pajak yang ditetapkan kewajibannya oleh Kepala Negara Islam untuk memenuhi segala kebutuhannya.
Di dalam bukunya yang lain pun Yusuf Qardhawi juga mengatakan sebagai berikut :
Jika zakat dan seluruh sumber dana yang lain tidak cukup untuk menjamin penghidupan kaum faqir, maka bagi orang-orang yang mampu di tengah masyarakat harus menjamin mereka, karena tidaklah beriman orang yang tidur dalam kondisi kenyang sementara tetangganya kelaparan dan tidaklah beriman orang yang tidak mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.[4]

Afzalur Rahman juga menekankan pentingnya tugas negara dalam memberikan jaminan sosial terhadap kaum miskin, ia mengatakan :
Setiap individu berhak atas penghidupan di negara Islam, dan setiap warga memiliki jaminan atas kebutuhan pokoknya. Sesungguhnya tugas dan tanggung jawab utama negara Islam untuk mengawasi setiap warga negara memperoleh kebutuhan pokok menurut prinsif hak atas penghidupan. Dan dalam hal yang berkaitan dengan masalah kebutuhan pokok, seluruh warganya dalam kekdudukan yang sederajat. Berdasarkan prinsif di negara Islam Islam ini, departemen jaminan sosial memberikan jaminan kebutuhan pokok kepada seluruh warganya yang sakit, tua, miskin, kekurangan, penganggur atau cacat serta yang tidak mampu melakukan suatu pekerjaan.[5]

Kebijakan tersebut telah dipraktekkan oleh Nabi SAW dan para khalifah sesudahnya (Khulafa'ur Rasyidin), kemauan dan tindakan mereka itu merupakan bukti yang jelas bahwa mereka benar-benar menyadari akan tanggung jawab mereka terhadap kaum miskin dalam posisi sebagai kepala negara, di mana mereka akan dimintakan pertanggung jawaban di hadapan Allah pada hari kemudian.
Bagi pemerintah Islam, menyediakan bahan pokok adalah kewajiban moral dan hukum sebelum memaksa rakyat untuk mentaati hukum yang diberlakukannya. Apabila tugas ini tidak mampu dilakukannya maka tidak ada hak moral yang sah untuk memaksa mereka agar mematuhi undang-undang yang ditetapkannya.
Demikian demikian pemerintah mempunyai kewajiban untuk menetapkan berbagai pajak tambahan lainnya apabila dana Baitul Mal dan segala sumbernya tidak mencukupi kebutuhan kaum miskin.
Kemiskinan bukanlah sesuatu yang terwujud dengan sendiri terlepas dari aspek-aspek lainnya, tetapi sebaliknya kemiskinan itu telah terwujud sebagi hasil interaksi antara berbagai aspek-aspek yang ada dalam kehidupan manusia. Aspek-aspek tersebut, yang terutama adalah aspek-aspek sosial dan ekonomi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Al-Qur'an dengan kalimat yang bersahaja, yaitu supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu (Al-Qur'an-Hasyr ayat 7). Ini menunjukkan adanya dorongan bagi kesadaran struktural bahwa kemiskinan tercipta dari adanya kekayaan yang berlebihan orang-orang tertentu. Kemiskinan terjadi karena kekuasaan dan uang hanya beredar di kalangan orang-orang tertentu saja.[6]
Dalam realitas, kekayaan yang berlebihan terjadi karena penumpukkan kekuasaan yang berlebihan; penguasaan atas legitimasi (kekuasaan), sumber ekonomi, dan seterusnya.[7] Kemiskinan adalah tanggung jawab orang-orang kaya dan yang berkuasa untuk mengatasi agar makin banyak yang dapat ditolong dan dilepaskan dari himpitan kemiskinan antara lain dengan menegaskan tidak boleh seseorang untuk memutlakan pemilikan kekayaannya, yang seringkali mendorong seseorang untuk berbuat keji melalui kekayaan dan kekuasaannya. Atau dengan menciptakan struktur sosial-ekonomi-politik yang egaliter, demokratis dan adil.
Al-Qur'an mencritakan tentang persekongkolan para pemilik kebun yang bersepakat untuk tidak menyisihkan hak kaum miskin dan agar mereka tidak memperoleh hak tersebut pada saat musim panen tiba, kesepakatan semacam itu disinyalir sebagai penyebab langgengnya kemiskinan. Hal ini difirmankan oleh Allah di dalam surah Al-Qalam ayat 21-25 sebagai berikut :
 (#÷ryŠ$oYtGsù tûüÏÛÎ6óÁãB ÇËÊÈ   Èbr& (#rßøî$# 4n?tã ö/ä3ÏOöym bÎ) ÷LäêZä. tûüÏB̍»|¹ ÇËËÈ   (#qà)n=sÜR$$sù óOèdur tbqçGxÿ»ytGtƒ ÇËÌÈ   br& žw $pk¨]n=äzôtƒ tPöquø9$# /ä3øn=tæ ×ûüÅ3ó¡ÏiB ÇËÍÈ   (#÷ryxîur 4n?tã 7Šöym tûïÍÏ»s% ÇËÎÈ  
Artinya :   Lalu mereka panggil memanggil di pagi hari:"Pergilah diwaktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya". Maka Pergilah mereka saling berbisik-bisik."Pada hari ini janganlah ada seorang miskinpun masuk ke dalam kebunmu". dan Berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) Padahal mereka (menolongnya).[8]

Di dalam suraha Al-Kahfi ayat 79 Allah menyebutkan tentang adanya raja (penguasa) yang tidak mau memperhatikan nasib kaum miskin, bahkan dia merampas hak-hak kaum miskin tersebut.
Kemiskinan yang disebabkan oleh adanya struktur-struktur yang timpang tersebut lazimnya disebut orang dengan kemiskinan struktural, atau kemiskinan buatan. Maka dalam hal ini pemerintah mempunyai peran potensial dalam mengentaskan kemiskinan tersebut dengan menyingkirkan hambatan-hambatan yang sifatnya struktural tersebut.
Menurut Abdul Muhsin Sulaiman Thahir, pemerintah kaum muslimin wajib melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
Pertama, memerangi para periba (rentenir).
Kedua, memungut zakat dan memerang orang-orang yang menolak membayar zakat..
Ketiga, menarik pajak dari kelebihan harta orang-orang kaya, dan mengembalikannya kepada orang-orang fakir.
Keempat, harta yang datang secara tiba-tiba, seperti ghanimah, fa'i, rikaz, dan lain-lain, jadikanlah itu semua sebag salah satu cara memperkecil perbedaan antara orang-orang fakir dan orang-orang kaya.
Kelima, sebagai pemimpin, pemerintah kaum muslimin wajib mempersiapkan sarana-sarana penting bagi pencaharian orang-orang fakir. Tariklah dari orang-orang kaya pajak bila perlu, untuk menanggung orang-orang fakir ini. Dan penarikan itu bukanlah dari pokok modal, tapi dari kelebihan harta mereka.[9]

C.    Penutup / Kesimpulan
Salah satu hal yang perlu dipikirkan dalam penanggulangan kemiskinan adalah perlu memikirkan kebijakan yang dapat meningkatkan akses penduduk miskin untuk menguasai, memanfaatkan dan mengelola sumber daya yang tersedia sehingga mereka dapat menciptakan peluang kerja serta mencukupi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan hidup mereka secara mandiri. Upaya yang perlu dipikirkan pertama-tama adalah berusaha merumuskan kebijakan yang dapat meningkatkan akses mereka pada pengontrolan dan keikutsertaan dalam pengambilan keputusan tentang pemanfaatan suber daya yang tersedia di sekitar mereka.
Selain itu, perlu ada kebijakan realokasi dana yang dapat merangsang pertumbuhan ekonomi regional, merangsang peningkatan pendapatan dan memperluas peluang kerja (aktivitas kerja).
Hal lain yang cukup penting dipikirkan adalah bagaimana mengalihkan penduduk miskin dari peluang kerja yang kurang produktif ke pekerjaan yang produktif. Untuk mendukung program itu diperlukan kebijakan bersifat jangka panjang dan pendek.








DAFTAR PUSTAKA


Asy'arie, Musa, Islam, Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat, LESFI, Yogyakarta,  1997.

Mannan, M. Abdul, Teori Dan Praktek Ekonomi Islam, Penerjemah : M.Nastangin, PT. Dana bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995.

Qardhawi, Yusuf, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, Penerjemah : Syafril Halim, Gema Insani Press, Jakarta,1995.

_____________, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Penerjemah : KH. Dididn Hafidhuddin dkk., Robbani Press, Jakarta, 1997.

Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam, Penerjemah : Soeroyo dan Nastangin, PT. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta , 1996.

Shihab, M. Qurasy, Wawasan Al-Qur’an, Mizan, Bandung,1996.

Suaedy, Ahmad (Ed.), Spiritualitas Baru : Agama dan Aspirasi Rakat, Institut Dian/Interfidei, Yogyakarta,  1994.

Thahir, Abdul Muhsin Sulaiman, Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islami, Penerjemah : Anshori Umar Sitanggal, PT. Al-Maarif, Bandung,  1985.

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Al-Qur'an Dan Terjemahnya, DEPAG RI, Jakarta, 1984.







[1] M. Qurasy Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), h.452.
[2] M. Abdul Mannan, Teori Dan Praktek Ekonomi Islam, Penerjemah : M.Nastangin, (Yogyakarta : PT. Dana bhakti Wakaf, 1995), h.245.
[3] Yusuf Qardhawi, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, Penerjemah : Syafril Halim, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), h.145.
[4]Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Penerjemah : KH. Didin Hafidudhuddin, M.Sc., (Jakarta : Robbani Press, 1995), h.422. 
[5] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Penerjemah : Soeroyo dan Nastangin, (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf, 1996), Jilid 4, h. 115.
[6] Musa Asy'arie, Islam, Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat, (Yogyakarta, LESFI, 1997), h. 24.

[7] Ahmad Suaedy (Ed.), Spiritualitas Baru : Agama dan Aspirasi Rakat, (Yogyakarta : Institut Dian/Interfidei, 1994), h. 170.
[8] Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Al-Qur'an Dan Terjemahnya, (Jakarta : DEPAG RI, 1984), h. 962.

[9] Abdul Muhsin Sulaiman Thahir, Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islami, Penerjemah: Anshori Umar Sitanggal, (Bandung : PT. Al-Maarif, 1985), h. 358-359.